Suku
Tengger
|
|||
FAKULTAS
EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
SEKILAS
TENTANG MASYARAKAT TENGGER1
Pendahuluan
Sejak zaman Majapahit dataran tinggi Tengger dikenal sebagai wilayah yang damai,
tenteram, dan bahkan rakyatnya terbebas dari membayar pajak yang disebut titleman2.
Jenderal Thomas Stamford Raffles sangat mengagumi orang
Tengger. Dalam The History of Java ia mengemukakan bahwa pada saat berkunjung ketempat yang sejuk itu, ia melihat orang Tengger
yang hidup dalam suasana damai, teratur, tertib,
jujur, rajin bekerja,
dan selalu gembira. Mereka tidak mengenal judi dan candu. Ketika Raffles
bertanya tentang perzinahan,
perselingkuhan, pencurian, atau jenis-jenis kejahatan lainnya, mereka yang
biasa disebut sebagai orang gunung itu menjawab bahwa hal-hal tersebut tidak ditemui di Tengger.3
Kejujuran dan ketulusan orang Tengger masih dapat dilihat sampai hari ini. Angka kejahatan di desa-desa Tengger pada umumnya hamper selalu nol. Suasana damai, tenteram, aman,
dan penuh toleransi yang
tercermin dalam kehidupan sehari-hari orang
Tengger dapat dijadikan acuan dalam periode formatif Indonesia
modern. Tengger adalah sebuah pusaka saujana (cultural
landscape) yang apabila dibina dan dikelola dengan benar, eksistensinya akan member sumbangan yang lebih berarti bukan hanya bagi dirinya, melainkan juga
bagi Indonesia.
Rumusan Masalah
1.
Siapakah Suku Tengger?
2.
Dimanakah lokasi Suku Tengger itu?
3.
Bagaimana sejarah Suku Tengger itu?
4.
Bagaimana kebudayaan Suku Tengger itu?
1Makalah disampaikan pada acara pembekalan Jelajah Budaya 2006 yang
diselenggarakan oleh Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional
Yogyakarta, tanggal 7 – 10 Agustus 2006.
2 Titileman adalah pajak upacara kenegaraan. Lihat Sutarto “Tinjauan Historis dan Sosio-kultural Orang
Tengger” dalam Majalah Argapura, Vol. 18 No. 1 dan 2
Th. 1998: 21-37.
3Lihat Thomas Stamford Raffles
dalam The
History of Java
(Kuala Lumpur: Oxford University Press, 1978) hal. 332.
ISI
1. Siapakah Suku Tengger?
Identitas orang Tengger terkesan problematic dan membuat banyak
orang kecele. Mereka bukan suku primitif,
suku terasing, atau suku lain yang
berbeda dari suku Jawa.
Jumlah mereka tidak banyak,
yakni sekitar 100.000 dari jumlah penduduk Jawa
yang lebih kurang 100.000.000 orang. Seperti halnya populasi-populasi kecil
yang berada di tengah-tengah masyarakat yang sedang berkembang,
Tengger kekurangan referensi untuk menemukan kembali jati diri dan sejarah mereka.
Sebelum munculnya gerakan reformasi
Hindu pada tahun 1980-an, upaya orang Tengger untuk mendefinisikan kembali warisan leluhurnya dalam kaitannya dengan masyarakat Jawa hanya besan daripada sumber-sumber budaya
setempatnya.4
2.
Dimanakah lokasi Suku Tengger itu?
Suku Tengger berdiam disekitar kawasan di pedalaman GunungBromo yang
terletak di Kabupaten Probolinggo,
JawaTimur. Berdasarkan persebaran bahasa dan pola kehidupan social masyarakat, daerah persebaran Suku Tengger adalah disekitar Probolinggo, Lumajang,
(Ranupane kecamatan Senduro), Malang (desa Ngadas kecamatan Poncokusumo), dan Pasuruan. Sementara pusat kebudayaan aslinya adalah di sekitar pedalaman kaki gunung Bromo.
3. Bagaimana sejarah Suku Tengger?
I.
Menurut mitos atau legenda yang
berkembang di masyarakat suku Tengger, mereka
berasal dari keturunan Roro Anteng yang merupakan putrid dari Raja
Brawijaya dengan Joko
Seger putra seorang
Brahmana. Nama suku Tengger diambil dari akhiran nama kedua pasang suami istri itu yaitu, “Teng”
dari Roro Anteng dan “Ger” dari Joko Seger. Legenda
tentang Roro Anteng
dan Joko Seger yang berjanji pada Dewa
untuk menyerahkan putra bungsu mereka, Raden Kusuma merupakan awal mula terjadinya upacara Kasodo di
Tengger.
II.
Menurut beberapa ahli sejarah, suku Tengger merupakan penduduk asli orang
Jawa yang pada saat itu hidup pada masa
kejayaan Majapahit.
Saat masuknya
Islam di Indonesia (pulau Jawa) saat itu terjadi persinggungan
antara Islam dengan
kerajaan-kerajaan yang ada di Jawa, salah satunya adalah Majapahit
yang merasa terdesak dengan kedatangan pengaruh
Islam, kemudian melarikan diri ke wilayah Bali
dan pedalaman di
sekitar Gunung Bromo dan Semeru.
Mereka yang berdiam di sekitar pedalaman Gunung Bromo ini kemudian mendirikan kampung yang namanya
diambil dari akhiran nama pemimpin mereka yaitu Roro Anteng
dan Joko Seger.
4Robert W. Hefner, Hindu
Javanese: Tengger Tradition and Islam (Princeton: Princeton University Press,
1985) hal. 17.
4. Bagaimana unsur
kebudayaan
suku
tengger itu?
1.
Bahasa
Bahasa
yang berkembang di masyarakat suku Tengger adalah bahasa Jawa Tengger yaitu bahasa Jawi kuno yang diyakini sebagai dialek asli orang-orang
Majapahit. Bahasa yang digunakan dalam kitab-kitab mantra pun
menggunakan tulisan Jawa Kawi. Suku Tengger merupakan salah satu sub kelompok orang Jawa yang mengembangkan variasi budaya yang khas.
Kekhasan ini bias dilihat dari bahasanya, dimana mereka menggunakan bahasa Jawa dialek tengger, tanpa tingkatan bahasa sebagaimana yang ada pada tingkatan bahasa dalam bahasa Jawa pada umumnya.
2.
Pengetahuan
Pendidikan pada masyarakat Tengger sudah mulai terlihat dan maju dengan dibangunnya sekolah-sekolah, baik tingkat dasar maupun menengah disekitar kawasan Tengger. Sumber pengetahuan lain adalah mengenai penggunaan
mantra-mantra tertentu oleh masyarakat Tengger.
3.
Teknologi
Dalam kehidupan suku Tengger, sudah mengalami teknologi komunikasi yang dibawa oleh wisatawan-wisatawan domestic maupun mancanegara sehingga cenderung menimbulkan perubahan kebudayaan. Suku Tengger tidak seperti suku-suku lain karena masyarakat Tengger tidak memiliki istana, pustaka, maupun kekayaan seni budaya tradisional. Tetapi suku Tengger sendiri juga memiliki beberapa obyek penting yaitu lonceng perungggu dan sebuah padasan di lereng bagian utara Tengger yang telah menjadi puing.
4.
Religi
Mayoritas masyarakat Tengger memeluk agama Hindu,
namun agama Hindu yang dianut berbeda dengan agama Hindu di
Bali, yaitu Hindu Dharma. Hindu yang berkembang di masyarakat Tengger adalah Hindu Mahayana.
Selain agama Hindu, agama lain yang dipeluk adalah agama Islam,
Protestan, Kristen, dll. Berdasarkan ajaran agama Hindu yang dianut, setiap tahun mereka melakukan upacara Kasodo. Selain Kasodo, upacara lain
yaitu upacara Karo, Kapat, Kapitu,
Kawulo, Kasanga. Sesaji dan
mantra amat kental pengaruhnya dalam masyarakat suku Tengger. Masyarakat Tengger percaya bahwa mantra-mantra
yang mereka pergunakan adalah mantra-mantra
putih bukan
mantra hitam yang sifatnya merugikan.
5.
Organisasi Sosial
a. Perkawinan.
Sebelum ada Undang-Undang perkawinan banyak anak-anak suku Tengger yang kawin dalam usia belia, misalnya pada usia 10-14 tahun.
Namun, pada masa sekarang hal tersebut sudah banyak berkurang dan pola perkawinannya endogami. Adat perkawinan yang
diterapkan oleh suku Tengger tidak berbeda jauh dengan adat perkawinan orang Jawa hanya saja yang bertindak sebagai penghulu dan wali keluarga adalah dukun Pandita. Adat menetap setelah menikah adalah neolokal, yaitu pasangan suami-istri bertempat tinggal di lingkungan
yang baru. Untuk sementara pasangan pengantin berdiam terlebih dahulu di lingkungan kerabat istri.
b. Sistem Kekerabatan
Seperti
orang Jawa lainnya,
orang Tengger menarik garis keturunan berdasarkan prinsip bilateral yaitu garis keturunan pihak ayah dan ibu. Kelompok kekerabatan yang
terkecil adalah keluarga inti yang
terdiri dari suami, istri, dan anak-anak.
c. Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat suku Tengger terdiri atas kelompok-kelompok desa yang masing-masing kelompok tersebut dipimpin oleh tetua. Dan seluruh perkampungan ini dipimpin oleh seorang kepala adat. Masyarakat suku Tengger amat percaya dan menghormati dukun di wilayah mereka dibandingkan pejabat administrative karena dukun sangat berpengaruh dalam kehidupan masyarakat Tengger. Masyarakat Tengger mengangkat masyarakat lain dari luar masyarakat Tengger sebagai warga kehormatan dan tidak semuanya bias menjadi warga kehormatan di
masyarakat Tengger.
Masyarakat muslim Tengger biasanya tinggal di desa-desa
yang agak bawah sedangkan Hindu Tengger tinggal didesa-desa yang ada di
atasnya.
6.
Mata
Pencaharian
Petani Tengger
Pada masa kini masyarakat Tengger umumnya hidup sebagai petani di ladang.
Prinsip mereka adalah tidak mau menjual tanah (ladang) mereka pada orang lain. Macam hasil pertaniannya adalah kentang, kubis, wortel,
tembakau, dan jagung.
Jagung adalah makanan pokok suku Tengger. Selain bertani, ada sebagian masyarakat Tengger yang berprofesi menjadi pemandu wisatawan di Bromo.
Salah satu cara
yang digunakan adalah dengan menawarkan kuda yang mereka miliki untuk disewakan kepada wisatawan.
7. Kesenian
Tari Sodoran
Tarian khas suku Tengger adalah tari sodoran yang
ditampilkan pada perayaan Karo dan Kasodo. Dari segi kebudayaan, masyarakat Tengger banyak terpengaruh dengan budaya pertanian dan pegunungan yang kental meskipun sebagian besar budaya mereka serupa dengan masyarakat Jawa umumnya, namun ada pantangan untuk memainkan wayang kulit.
DAFTAR PUSTAKA
|
Minggu, 05 November 2017
Tari Tengger
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar